أَسْتَغْفِرُ اللهَ (ثلاثا) اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
“Aku minta ampun kepada Allah,” (dibaca tiga kali). Lantas membaca: “Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dariMu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.” [HR. Muslim 1/414.]
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ، اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.
“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalihnya). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.” [HR. Al-Bukhari 1/255 dan Muslim 1/414.]
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ.
“Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan pujaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Tuhan (yang hak disembah) kecuali Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepadaNya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujaan yang baik. Tiada Tuhan (yang hak disembah) kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir benci.” [HR. Muslim 1/415]
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَاللهُ أَكْبَرُ (33 ×) لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ.
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah. Dan Allah Maha Besar. (Tiga puluh tiga kali). Tidak ada Tuhan (yang hak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan. BagiNya pujaan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.” [Barangsiapa yang membaca kalimat tersebut setiap selesai shalat, akan diampuni kesalahannya, sekalipun seperti busa laut.” HR. Muslim 1/418.]
Membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas setiap selesai shalat (fardhu). [HR. Abu Dawud 2/86, An-Nasai 3/68. Lihat pula Shahih At-Tirmidzi 2/8. Ketiga surat dinamakan al-mu’awidzat, lihat pula Fathul Baari 9/62.]
Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu). [Barangsiapa membacanya setiap selesai shalat, tidak yang menghalanginya masuk Surga selain mati.” HR. An-Nasai dalam Amalul Yaum wal Lailah No. 100 dan Ibnus Sinni no. 121, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ 5/329 dan Silsilah Hadits Shahih, 2/697 no. 972.]
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. (10× بعد صلاة المغرب والصبح)
“Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan, bagi-Nya segala puja. Dia-lah yang menghidupkan (orang yang sudah mati atau memberi roh janin yang akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.” Dibaca sepuluh kali setiap sesudah shalat Maghrib dan Subuh. [HR. At-Tirmidzi 5/515, Ahmad 4/227. Untuk takhrij hadits tersebut, lihat di Zaadul Ma’aad 1/300]
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً.
“Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal dan amal yang diterima.” (Dibaca setelah salam shalat Subuh).[HR. Ibnu Majah dan ahli hadits yang lain. Lihat kitab Shahih Ibnu Majah 1/152 dan Majma’uz Zawaaid 10/111]
ADAB-ADAB BERDZIKIR
Adapun adab berdzikir yang sesuai dengan sunnah adalah
sebagai berikut :
1, dilakukan dengan suara lemah lembut/merendahkan
suara,
karena Allah Ta’ala berfirman,
karena Allah Ta’ala berfirman,
“Wadzkur rabbaka fii nafsika tadharru’aaw wa khiifataw
wa duunal jahri minal qauli bil ghuwwi wal ashaali wa laa takum minal
ghaafiliin” yang artinya “Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di
waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang – orang yang lalai” (QS
Al A’raaf 205)
seseorang, karena jika dzikir secara beramai ramai atau dipimpin oleh seseorang maka menyelisihi firman Allah Ta’ala di atas pada surat Al A’raaf ayat 205 yaitu pada kalimat “dengan tidak mengeraskan suara” dan juga berdasarkan keumuman hadits berikut,
Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah
ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda, “Tujuh orang yang dilindungi Allah dalam
naunganNya pada hari tidak ada naumgan selain naunganNya yaitu : Imam (pemimpin)
yang adil…dan seseorang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi
lalu matanya mencucurkan (air mata)” (HR. al Bukhari)
Syaikh Hamid At Tuwaijiry dalam Kitabnya Inkaru At
Takbir Al Jama’i wa Ghairihi berkata,
“Dalam Shahih Bukhari (no. 1830) dan Shahih Muslim
(1704) dari ‘Ashim Al Ahwal dari Abu Utsman dari Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu
berkata, ‘Ketika Rasulullah berjihad pada perang Khaibar …, mereka (para
sahabat) menyerukan takbir seraya membaca, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa
ilaha illallah’ dengan suara keras,
Maka Rasulullah bersabda, ‘Tahanlah diri kalian,
sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli maupun jauh, sesungguhnya
kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar yang dekat dan Dia selalu bersama
kalian’.
Jika Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam melarang
orang – orang yang meneriakan takbir padahal mereka berada di tanah lapang, maka
perbuatan orang – orang yang bersahut – sahutan di dalam Masjid lebih
terlarang lagi, karena mereka telah melakukan syari'at yang tidak dilakukan oleh rosulullah yaitu berdzikir
dengan suara keras, bersama – sama dan melagukannya sebagaimana yang dilakukan
paduan suara, mendendangkannya dan mengganggu orang lain, yang semuanya ini
tidak boleh dilakukan”
3. jika menghitung bacaan dzikir maka
hendaknya menggunakan jari – jari tangan kanan sebagaimana hadits berikut
:
Abdullah bin Amr radhiyallaHu ‘anHu berkata, “Ra-aytu
rasulullahi ya’qidut tasbiiha bi yamiinihi” yang artinya “Aku melihat Rasulullah
menghitung bacaan tasbih (dengan jari – jari) tangan kanannya” (HR. Abu Dawud
no. 1502, At Tirmidzi no. 3486, Al Hakim I/547 dan Baihaqi II/253, hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahiih At Tirmidzi III/146 dan
Shahiih Abu Dawud I/280)
MAROJI'/DAFTAR PUSTAKA
MAROJI'/DAFTAR PUSTAKA
1. Al Masaa-il
Jilid 1, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah, Jakarta, Cetakan
Kelima, 2005.
2. Dzikir Jama’i,
Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais, Darus Sunnah Press, Jakarta, Cetakan
Pertama, Desember 2004
3. Dzikir Pagi
Petang, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Cetakan
Pertama, Desember 2004.
4. Kumpulan Doa dari al Qur’an dan as
Sunnah yang Shahih, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Syafi’I,
Cetakan Ketiga, Rabi’ul Awwal 1427 H/April 2006 M.
Demikianlah penjelasan tentang dzikir-dzikir sesudah salam atau setelah shalat,mudah-mudahan semua penjelasan ini bisa memberikan sedikit pencerahan bagi saya dan bagi pembaca sekalian.Dan semoga amal ini ikhlas semata-mata mengharap ganjaran dari Allah tabaaroka wata'ala.
Saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian apabila ada yang kurang dari penjelasan saya ini,sesungguhnya yang benar itu datangnya dari Allah sedangkan jika ada yang salah maka itu datangnya dari syaiton dan kesalahan saya.
Jazakumullahu khoiron kepada seluruh pembaca.
washalallahu 'alannabiyyina muhammadin walhamdulillahirobbil'aalamiin
No comments:
Post a Comment